bandunginfo.com - Lagu Es Lilin telah menjadi bagian dari warisan budaya Sunda yang tidak lekang oleh waktu. Lagu ini, yang dipopulerkan oleh Ni Mursih sejak tahun 1936, terus hidup di hati masyarakat Sunda meskipun selama bertahun-tahun penciptanya tidak dikenal secara luas.
Suasana pedesaan di Katapang, Kabupaten Bandung, tampak seperti biasa. Di tengah kesibukan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian dan perdagangan, seorang pria paruh baya bernama Endang Hidayat menyambut kami dengan senyum hangat. Mengenakan pakaian serba putih dan kopiah, Endang menceritakan sejarah lagu Es Lilin yang diwariskan oleh neneknya, Ni Mursih.
Ni Mursih, seorang pesinden Sunda, adalah pencipta sekaligus penyanyi asli lagu Es Lilin. Pada masa itu, dia menggubah lagu ini dalam perjalanan pulang dari studio NIROM di Bandung. Melihat pedagang es lilin, Ni Mursih terinspirasi untuk bersenandung, sementara lirik lagu ditulis oleh menantunya, Edi Natawisastra, seorang guru SD.
Menurut Endang, ada alasan mengapa lirik ditulis oleh menantunya. Ni Mursih, meskipun mampu menghafal ratusan lagu, tidak bisa membaca dan menulis. Namun, bakatnya dalam dunia seni vokal tak terbantahkan, yang membuatnya menjadi salah satu pesinden paling terkenal di Jawa Barat.
Ni Mursih tidak memulai karirnya sebagai seniman. Ia sebelumnya adalah santriwati di pesantren di Kota Bandung, hingga bakat menyanyinya ditemukan oleh gurunya. Dengan bimbingan dari sejumlah seniman Sunda, Ni Mursih akhirnya muncul sebagai pesinden ternama yang membawakan banyak lagu legendaris seperti Coyor, Oplet, hingga Entog Mulang.
Lagu Es Lilin sendiri memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar lagu cinta. Lirik aslinya merupakan kritik terhadap diskriminasi yang dihadapi seniman lokal oleh produser rekaman pada masa itu. Produser sering kali memberikan perlakuan yang tidak adil kepada seniman lokal dibandingkan dengan penyanyi asing, dan lirik lagu Es Lilin menjadi sarana bagi Ni Mursih dan keluarganya untuk mengungkapkan ketidakpuasan mereka.
Meskipun mengalami banyak tantangan, Ni Mursih tidak pernah menyerah. Dia tetap konsisten dalam berkarya, meskipun bayaran yang diterimanya sangat minim dan sering kali dicicil. Namun, dedikasinya untuk seni dan perjuangannya melawan diskriminasi tetap menjadi warisan yang dihargai hingga kini. Menariknya, tanah yang dibelinya dari hasil karya-karyanya diberi nama sesuai dengan judul lagu-lagunya, seperti Blok Es Lilin, Blok Coyor, dan Blok Entog Mulang.
Perjuangan untuk mendapatkan pengakuan atas lagu Es Lilin juga tidak mudah. Setelah lebih dari 50 tahun, akhirnya pada tahun 1988, Ni Mursih diakui oleh pemerintah Indonesia sebagai pemilik sah lagu Es Lilin. Proses ini dimulai ketika seorang guru musik bernama Iwan Natapraja, yang tinggal di Australia, menulis surat kepada keluarga Mursih dan menyatakan bahwa lagu tersebut sudah diperdengarkan di pesta musik dunia di Amerika.
Kini, keluarga besar Ni Mursih berusaha menjaga warisan ini agar tidak hilang dari sejarah. Setelah diakui oleh pemerintah, keluarga mendaftarkan lagu Es Lilin ke berbagai lembaga musik di Indonesia untuk memastikan hak cipta dan royalti tetap diakui, bukan hanya demi materi, tetapi juga demi menghormati perjuangan seniman lokal Sunda yang telah memberi sumbangsih besar dalam dunia musik.