bandunginfo.com, Bandung - "Apa yang kau tanam, itulah yang kau tuai." Pepatah lama ini mencerminkan hukum alam bagi seluruh manusia. Tindakan kebaikan akan mendatangkan kebaikan, sedangkan tindakan buruk akan memupuk keburukan.
Hal ini menjadi peringatan bagi mereka yang masih terjebak dalam sifat egois, serakah, dan ingkar terhadap nikmat Sang Pencipta. Ketiga sifat tersebut menjauhkan mereka dari kemampuan menjaga lingkungan mereka dari ancaman 'monster' sampah yang semakin mengkhawatirkan.
Bandung (Belum) Bebas Sampah
Meskipun mendapat julukan Kota Kembang dan memiliki alam yang indah, Bandung masih bergelut dengan masalah sampah. Peristiwa kebakaran di TPA Sarimukti pada tahun 2023 seharusnya menjadi pelajaran, namun sampah tetap menjadi momok di kota ini.
Pada akhir Mei 2024, tumpukan sampah memenuhi aliran Sungai Citarum di bawah Jembatan Babakan Sapaan, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Berbagai jenis sampah bercampur dan membentuk 'pulau' sampah selama dua minggu berturut-turut, meresahkan warga sekitar dan pengendara yang melintas.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang keseriusan masyarakat dan pemerintah dalam menjaga lingkungan dari pencemaran, terutama sampah. Selain itu, kejadian ini juga mencerminkan kinerja Satgas Citarum Harum yang dinilai kurang efektif meskipun mendapat pujian dari Menko Marves RI, Luhut Binsar Pandjaitan, dalam acara World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, jumlah produksi sampah pada tahun 2023 mencapai 1.069,76 ton per hari. Sisa makanan dan daun serta plastik menjadi jenis sampah yang paling banyak dihasilkan. Meski jumlah ini turun dari tahun sebelumnya, produksi sampah organik dan plastik justru meningkat.
Ancaman 'monster' sampah di Kota Bandung selama bertahun-tahun tidak lepas dari ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan. Baik warga lokal maupun perantau perlu berperan aktif dalam mengurangi sampah dan membiasakan diri memilah sampah sesuai jenisnya.
Kesadaran Seluruh Pihak
Keberhasilan menyelesaikan berbagai masalah di suatu wilayah tergantung pada kerjasama semua pihak. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Dudy Prayudi, kolaborasi dengan berbagai stakeholder diperlukan untuk menyelesaikan masalah sampah.
"Permasalahan tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah sendiri. Perlu kolaborasi dengan stakeholder lain karena banyak dimensi yang perlu dipertimbangkan," ujar Dudy.
DLHK Kota Bandung juga menerapkan sistem cross-cutting dengan instansi terkait untuk penanganan masalah lingkungan. Aspek-aspek seperti regulasi, pendanaan, teknis operasional, teknologi, dan partisipasi masyarakat harus dipenuhi.
Terbakarnya TPA Sarimukti dan 'pulau sampah' di Sungai Citarum menjadi peringatan agar masyarakat dan pemerintah bekerja sama menangani masalah ini. DLHK Kota Bandung telah meluncurkan program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) sejak tahun 2018 untuk mengurangi jumlah produksi sampah setiap harinya.
Aksi Nyata Pemerintah dan Warga
DLHK Kota Bandung telah mengambil berbagai langkah untuk mengurangi sampah, termasuk program Kang Pisman yang berhasil mengurangi jumlah sampah yang disetor ke TPA Sarimukti menjadi 1.000 ton per hari. Program ini melibatkan 1.500 RW di Kota Bandung, meski baru sekitar 370 RW yang tercapai.
DLHK juga melakukan pendekatan dan pengawasan langsung melalui Satgas Percepatan Penerapan Kebiasaan Baru Pengelolaan Sampah dan tenaga pendamping khusus. Selain itu, surat edaran telah diterbitkan kepada pelaku usaha untuk mengolah sampahnya secara mandiri.
Namun, peran masyarakat tetap krusial dalam melawan 'monster' sampah di Kota Bandung. Sejumlah kelompok masyarakat telah menjadi pionir dalam mengelola sampah dari hulu, baik secara independen maupun didukung oleh pemerintah melalui program Kawasan Bebas Sampah.